Tgk Tarnuman Desak Pemko Banda Aceh Tindak Tegas Penginapan Pembiar Kemaksiatan
BANDA ACEH – Kasus penganiayaan seorang wanita yang diduga terlibat dalam praktik ‘Open BO’ di sebuah penginapan kawasan Kuta Alam, Banda Aceh, memicu reaksi keras dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Tgk Tarnuman MT. Ia mendesak Pemerintah Kota Banda Aceh untuk menindak tegas penginapan yang membiarkan terjadinya kemaksiatan di wilayah kota tersebut.
Menurut Tarnuman, kasus ini membuktikan bahwa masih ada penginapan atau hotel yang mengizinkan pasangan non-mahram untuk menginap sekamar. “Ini menunjukkan bahwa ada penginapan di Banda Aceh yang membiarkan praktik prostitusi berlangsung, meskipun tidak menyediakannya secara langsung,” ujarnya, Selasa (14/1/2025).
Tarnuman menegaskan, pengelola penginapan seharusnya memastikan tamu yang menginap sesuai dengan aturan Syariat Islam, salah satunya melalui pemeriksaan identitas seperti KTP untuk membuktikan hubungan mahram. “Jika ada penginapan yang tidak menghormati aturan ini, izinnya harus dicabut segera,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Ia juga meminta agar pemerintah segera mengingatkan seluruh penyedia jasa penginapan di Banda Aceh untuk mematuhi aturan hukum dan Syariat Islam yang berlaku. “Banda Aceh adalah pusat Provinsi Aceh. Jangan sampai pelanggaran Syariat Islam terus terjadi di kota ini,” katanya.
Lebih lanjut, Tarnuman mengingatkan bahwa tindakan asusila, termasuk prostitusi, sangat merusak moral dan akhlak masyarakat. Ia mendesak Pemerintah Kota Banda Aceh untuk serius dalam membasmi praktik tersebut. “Pemerintah tidak boleh kalah dengan pihak-pihak yang ingin mengotori kota ini dengan kemaksiatan,” ujarnya.
Tarnuman juga menyarankan agar pemerintah melakukan pengawasan ketat terhadap hotel, losmen, dan jenis penginapan lainnya. Ia meminta adanya regulasi yang lebih tegas untuk memastikan praktik asusila tidak memiliki ruang di Banda Aceh. “Ini tanggung jawab besar yang harus dijalankan secara serius,” tambahnya.
Menurut Tarnuman, sanksi tegas, termasuk pencabutan izin usaha, harus diberikan kepada pengelola penginapan yang membandel. “Jangan dibiarkan bisnis gelap ini berkembang. Tindakan keras perlu diambil untuk melindungi moral masyarakat Banda Aceh,” katanya.
Ia juga mengapresiasi langkah pihak berwenang yang telah mengungkap kasus ini, namun meminta agar langkah pencegahan lebih diprioritaskan. “Pencegahan adalah langkah terbaik untuk menjaga Kota Banda Aceh tetap bersih dari praktik yang bertentangan dengan Syariat Islam,” ujarnya.
Dengan kasus ini, Tarnuman berharap Pemerintah Kota Banda Aceh segera bertindak lebih proaktif dalam menegakkan aturan Syariat Islam dan menjaga kehormatan kota ini. “Jangan biarkan kemaksiatan tumbuh subur di kota yang menjadi barometer penerapan Syariat Islam,” pungkasnya.[Fajar]