Nasionalkontras.online Deli Serdang, Sumatera Utara – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang kembali menjadi sorotan publik setelah memindahkan secara mendadak 216 pegawai non-ASN ke Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kebijakan ini tertuang dalam Surat Sekretariat Daerah Nomor 800.I.13.2/878 yang diterbitkan pada 14 Maret 2025. Para pegawai yang sebelumnya bertugas di berbagai instansi teknis, seperti Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), dan dinas lainnya, kini harus menjalankan tugas sebagai penegak peraturan daerah (Perda).
Pemkab Deli Serdang beralasan bahwa langkah ini diambil untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan memperkuat penegakan Perda. Namun, kebijakan ini justru menimbulkan banyak pertanyaan dan kritik dari berbagai kalangan, termasuk pegawai yang dipindahkan, mahasiswa, dan alumni.
Dari 216 pegawai yang dimutasi, 15 di antaranya berasal dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, 57 dari Bapenda, dan puluhan lainnya dari berbagai dinas di Kabupaten Deli Serdang. Mereka memiliki latar belakang akademik beragam, mulai dari teknik sipil, arsitektur, perencanaan wilayah, ekonomi, hingga administrasi keuangan. Kini, mereka harus menangani tugas-tugas seperti menertibkan pedagang kaki lima (PKL), bangunan tanpa izin, hingga melakukan razia di tempat hiburan malam.
“Yang aneh, kenapa dinas kami tidak melakukan seleksi ketat terkait kebutuhan di Satpol PP, seperti tinggi badan, berat badan, dan kesehatan. Satpol PP bukan instansi sembarangan, melainkan instansi pengamanan dan penegakan Perda yang membutuhkan kriteria khusus. Bukan seperti sekarang, diam-diam dinas main pindah saja,” tambah pegawai tersebut.
Sebagai contoh, di Bapenda Deli Serdang, ada pegawai dengan tinggi 155 cm dan berat 55 kg yang dipindahkan ke Satpol PP. Begitu pula di Dinas Cipta Karya, seorang pegawai perempuan dengan tinggi 158 cm dan berat 50 kg yang biasa menangani berkas kedinasan, kini harus turun ke lapangan. Hal ini dinilai sebagai bentuk hilangnya hak-hak kemanusiaan.
“Ironisnya sekertaris Bapenda diduga menyalahgunakan jabatan yang mana diketahui Surat Perintah Tugas (SPT) ada dua versi dalam penempatan Satpol-PP.
Ugal-ugalan dalam penempatan dan kebijakan yang di berikan sekertaris Bapenda deli serdang amat di sayangkan yang tiba-tiba menerima ratusan pegawai baru dengan latar belakang akademik yang jauh dari tugas penegakan.
Dampak negatif yang di berlakukan sekretaris bapenda deli serdang (HG) terlihat semakin semena-mena terhadap pegawai honorernya, pasalnya ada beberapa pegawai honorer yang di pindahan ke satpol PP memiliki track record bagus dalam peningkatan kinerja dan peningkatan tagihan untuk PAD bapenda. namun sekban bapenda deli serdang (HG) mengabaikan kredibilitas bawahan tersebut, pemindahan pegawai honorer dari bapenda ke Satpol-PP, bukan berdasarkan kinerja, tapi berdasarkan suka atau tidak suka.
Terpisah prihal tersebut sekban diketahui masih ada hubungan kerabat dengan bupati, hal ini memicu kinerjanya yang diduga ugal-ugalan dan bertindak dengan kepentingannya sendiri tanpa harus melihat trak record terlihat terbitnya 2 SPT (surat petintah tugas) SPT pertama muncul pada tanggal 19 maret, diketahui sekitar 57 pegawai honorer yang di pindahkan ke satpol PP dan SPT ke 2 terbit tanpa ada tercantum tanggal penerbitan dan tanpa tanda tangan dari kaban, dengan jumlah 55 orang yang di pindahkan ke satpol PP, hal ini terjadi dikarenakan ada intervensi dari beberapa oknum DPRD Deli Serdang terkait menjadi Becking pegawai honorer yang di pindahkan ke satpol PP.
Hal ini menjadi perhatian bagi pejabat pemkab Deli Serdang diduga pegawai honorer saja sudah punya backing di dalam instansi pemerintah Deli Serdang, bagaimana dengan para pejabat lainnya? menjadi pertanyaan besar sama kita semua. berarti Sekban Bapenda deli serdang, bekerja berdasarkan yang diketahui dengan sesuka hatinya dan juga karena ada bekingan dari beberapa anggota DPRD Deli serdang.
Prihal tersebut menkontroversial yang mana Mahasiswa dan aktivis menjadi protes,
Kebijakan ini juga mendapat reaksi keras dari kalangan mahasiswa dan Aktivis. Lukman Hakim Tanjung, Alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Provinsi Sumatera Utara, menilai keputusan ini sebagai bentuk ketidakjelasan tata kelola pemerintahan daerah. aliansi mahasiswa terkait atas kewenangan sekdakab deli serdang yang diminta dari Bapenda 57 orang namun yang di rotasi hanya 55 tenaga honorer.
“sesuai intruksi SEKDA Deli Serdang pegawai yang di minta dari bapenda deli serdang adalah 57 orang, namun yang di kirim oleh sekban hanya 55 orang, 2 orang lagi mana?”ujarnya.
Lukman Hakim Tanjung hal ini memang harus di jalankan sesuai regulasi, kami minta kepada kaban Bapenda deli serdang Bapak Salim, agar membongkar absensi tenaga honorer 1 tahun terakhir (2024) dari mulai staff di kantor bapenda hingga seluruh pegawai honorer UPT bapenda se-Deli Serdang, karena yang kita ketahui, pegawai honorer bapenda yang berada di UPT banyak yang bermain jahat terhadap uang-uang Retribusi, dari mulai Reklame, PB1, ABT, dll, bahkan banyak yang hanya datang hanya untuk isi absen lalu terus pergi ngopi,” tutupnya.